Monday, September 14, 2009

MENANTI FAJAR RAMADHAN


Aku terlihat gemintang Ramadan
mengitar di lelangit barakah –
syafak ini penuh dengan kesyahduan
menanti cahaya yang penuh kesucian
membuyar dalam bahasa pawana;
saat ini sungai keperibadian
merekah dalam gelora mazmumah
yang menguntum keinsafan
menjadi debunga ketenangan.
Dalam gemersik pagi yang mencerlang
ku reguk inti wahyu dalam aksara-Mu,
halus suara-Mu bersipongang dalam hati,
“Wahai orang-orang yang beriman!
Kamu diwajibkan berpuasa, sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang yang dahulu
daripada kamu, supaya kamu bertakwa.”

DI TENGAH PERLEMBAHAN INI..




Di tengah perlembahan ini
telah mengheret diriku
ke dalam lautan katarsis;
di sini aku pengap dengan
secebis makna kehidupan,
yang menyusur di balik awan gemawan
saksi di lorong yang ku tempuh
bahaya yang ku rempuh –
ke mana hilangnya arah
yang perlu ku tuju
untuk ku capai keabadian itu?

Makna ini ku simpul rapi
dan ku simpan di dalam saku hati,
biarlah ia menjadi kuntuman rahsia
yang ku hirup segar
dengan cangkir yang kosong
dengan wajah yang rentung.

(Mengapa hati ini masih berdetak
dengan sir kehidupan
yang telah telah ku gari
di balik sungai yang bungkam?)